Senin, 16 November 2015

Paper 8


Pengertian Budaya Organisasi dan Perusahaan, Hubungan Budaya dan Etika, Kendala dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis Etis

A.    Karakteristik Budaya Organisasi

Budaya Organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi
Robbins (2007), memberikan 7 karakteristik budaya sebagai berikut :
1)      Inovasi dan keberanian mengambil resiko yaitu sejauh mana karyawan diharapkan didorong untuk bersikap inovtif dan berani mengambil resiko.
2)      Perhatian terhadap detail yaitu sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detil.
3)      Berorientasi pada hasil yaitu sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4)      Berorientasi kepada manusia yaitu sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
5)      Berorientasi pada tim yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim ketimbang individu-individu.
6)      Agresivitas yaitu sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
7)      Stabilitas yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan. (https://teorionline.wordpress.com/2010/01/25/karakteristik-budaya-organisasi/)
B.     Fungsi Budaya Organisasi
Budaya organisasi memiliki fungsi yang sangat penting. Fungsi budaya organisasi adalah sebagai tapal batas tingkah laku individu yang ada didalamnya.
Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
1.      Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
2.      Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
3.      Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
4.      Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
5.      Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. (https://duniatugasasri.wordpress.com/2013/06/11/fungsi-budaya-organisasi/)
C.    Pedoman Tingkah Laku
Tingkah laku merujuk kepada tindakan atau tindak balas sesuatu objek atau organisma, biasanya sehubungan dengan persekitarannya. Ia bersifat:
-          sedar atau separa sedar;
-          nyata atau terselindung;
-          rela atau tidak;
-          sejadi atau dipelajari.
Tingkah laku haiwan dikawal oleh sistem endokrin dan sistem saraf, dengan kerumitannya bergantung kepada kekompleksan sistem sarafnya. Umumnya, organisma yang mempunyai sistem saraf yang kompleks lebih berupaya mempelajari gerak balas yang baharu dan justera, dapat menyesuaikan tingkah lakunya. (http://sintanurmalita23.blogspot.co.id/2015/11/pengertian-budaya-organisasi-dan.html)
D.    Apresiasi Budaya
Istilah  apresiasi  berasal  dari bahasa inggris  "apresiation" yang berarti penghargaan,penilaian,pengertian. Bentuk itu berasal dari kata kerja " ti appreciate" yang berarti menghargai, menilai,mengerti dalam bahasa indonesia menjadi mengapresiasi. Apresiasi budaya adalah kesanggupan untuk menerima dan memberikan penghargaan, penilaian, pengertian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Kebudayaan perlu diapresiasi dengan harapan kita sebagai manusia dapat memperlihatkan rasa menghargai karya yang dihasilkan dari akal dan budi manusia. Apresiasi diperlukan untuk tetap menjaga nilai-nilai budaya yang ada agar tetap hidup dan selalu lestari, juga dapat dikembangkan menjadi lebih baik. Melalui apresiasi, seorang pencipta dapat memperoleh masukan, ide, saran, kritik, dan pujian untuk karyanya. Melalui ide, saran, masukan, dan kritik tersebut jugalah para pencipta diharapkan dapan membuat karya yang lebih baik lagi. (http://yo-tee.blogspot.co.id/2011/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html)
E.     Hubungan Etika dan Budaya
Hubungan antara Etika dengan Kebudayaan : Meta-ethical cultural relativism merupakan cara pandang secara filosofis yang yang menyatkan bahwa tidak ada kebenaran moral yang absolut, kebenaran harus selalu disesuaikan dengan budaya dimana kita menjalankan kehidupan soSial kita karena setiap komunitas sosial mempunyai cara pandang yang berbeda-beda terhadap kebenaran etika. Etika erat kaitannya dengan moral. Etika atau moral dapat digunakan okeh manusia sebagai wadah untuk mengevaluasi sifat dan perangainya. Etika selalu berhubungan dengan budaya karena merupakan tafsiran atau penilaian terhadap kebudayaan. Etika mempunyai nilai kebenaran yang harus selalu disesuaikan dengan kebudayaan karena sifatnya tidak absolut danl mempunyai standar moral yang berbeda-beda tergantung budaya yang berlaku dimana kita tinggal dan kehidupan social apa yang kita jalani.  Baik atau buruknya suatu perbuatan itu tergantung budaya yang berlaku. Prinsip moral sebaiknya disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku, sehingga suatu hal dikatakan baik apabila sesuai dengan budaya yang berlaku di lingkungan sosial tersebut. Sebagai contoh orang Eskimo beranaggapan bahwa tindakan infantisid (membunuh anak) adalah tindakan yang biasa, sedangkan menurut budaya Amerika dan negara lainnya tindakan ini merupakan suatu tindakan amoral. Suatu premis yang disebut dengan “Dependency Thesis” mengatakan “All moral principles derive their validity from cultural acceptance”. Penyesuaian terhadap kebudayaan ini sebenarnya tidak sepenuhnya harus dipertahankan dan dibutuhkan suatu pengembangan premis yang lebih kokoh. (http://belajartanpabuku.blogspot.co.id/2013/04/hubungan-antara-etika-dengan-kebudayaan.html)
F.     Pengaruh Etika terhadap Budaya
Etika merupakan bagian integral dari fungsi dari masyarakat, tetapi banyak orang berjuang untuk mendefinisikan etika dan memasukkannya ke dalam praktek dalam pengaturan bisnis. Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi. Budaya sesungguhnya tumbuh karena diciptakan dan dikembangkan oleh individu-individu yang bekerja dalam suatu organisasi, dan diterima sebagai nilai-nilai yang harus dipertahankan dan diturunkan kepada setiap anggota baru.  Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai pedoman bagi setiap anggota selama mereka berada dalam lingkungan organisasi tersebut, dan dapat dianggap sebagai ciri khas yang membedakan sebuah organisasi dengan yang lainnya. Harus disadari bahwa kita masih hidup dalam sebuah kultur yang di dalam ada etika, ada norma, sopan santun, dan tata krama, maka secara umum bahwa semua nilai-nilai itu adalah sesuatu yang luhur dalam mengatur hidup kita. Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam budaya perusahaan maka hal tersebut berpotensi menjadi dasar kekuatan perusahaan yang pada gilirannnya berpotensi menjadi sarana peningkatan kinerja.( https://theresia4891.wordpress.com/2012/11/22/pengaruh-budaya-organisasi-terhadap-perilaku-etis-seseorang/)
G.    Kendala dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis
Pencapaian tujuan etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan kendala. Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:
1.      Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan keuangan.
2.      Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.
3.      Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil.
Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
4.      Lemahnya penegakan hukum.
Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
5.      Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan manajemen. (http://hasna-ghaida.blogspot.co.id/2015/10/kendala-dalam-mewujudkan-kinerja-bisnis.html)

Paper 7

A.    Aspek Etika Bisnis Islami
Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Islam itu sendiri merupakan sumber nilai dan etika dalam segala aspek kehidupan manusia secara menyeluruh, termasuk wacana bisnis. Islam memiliki wawasan yang komprehensif tentang etika bisnis. Mulai dari prinsip dasar, pokok-pokok kerusakan dalam perdagangan, faktor-faktor produksi, tenaga kerja, modal organisasi, distribusi kekayaan, masalah upah, barang dan jasa, kualifikasi dalam bisnis, sampai kepada etika sosio ekonomik menyangkut hak milik dan hubungan social.
Berikut ini ada 5 ketentuan umum etika berbisnis dalam Islam.
1.      Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
2.      Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
3.       Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
4.      Tanggung jawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.
5.      Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis. (https://www.islampos.com/inilah-5-ketentuan-etika-bisnis-dalam-islam-109003/)
B.     Teori Ethical Egoism
Ethical Egoism menegaskan bahawa kita tidak harus mengabaikan secara mutlak kepentingan orang lain tetapi kita patut mempertimbangkannya apabila tindakan itu secara langsung akan membawa kebaikan kepada diri sendiri. Ethical Egoism adalah berbeza dengan prinsip-prinsip moral seperti sentiasa bersikap jujur, amanah dan bercakap benar. la kerana tindakan tersebut didorong oleh nilai-nilai luhur yang sedia ada dalam diri manakala dalam konteks ethical egoism pula sesuatu tindakan adalah didorong oleh kepentingan peribadi. (http://alamandausm.blogspot.co.id/2014/01/teori-egoisme_7.html)
C.    Teori Cultural Relativism
Satu budaya memiliki kode moral yang berbeda dengan budaya yang lain. Hal ini menghasilkan suatu sistem relativisme budaya. Dalam relativisme budaya etis tidak ada standar objektif untuk menyebut satu kode sosial yang lebih baik dari yang lain, masyarakat mempunyai kebudayaan memiliki kode etik yang berbeda pula, kode moral kebudayaan tertentu tidak serta merta berguna pada kebudayaan yang lain, tidak ada kebenaran universal dalam etika dan tidak lebih dari arogansi kita untuk menilai perilaku orang lain. (https://ekanurdianaa.wordpress.com/2015/11/14/perspektif-etika-bisnis-dalam-ajaran-islam-dan-barat-etika-profesi/)
D.    Konsep Deontology
Berasal dari bahasa yunani Deon yang berarti kewajiban/ Sesuatu yang harus.  Etika deontology ini lebih menekankan pada kewajiban manusia untuk bertindak secara baik menurut teori ini tindakan baik bukan berarti harus mndatangkan kebaikan namun berdasarkan baik pada dirinya sendiri jikalau kita bisa katakana ini adalah mutlak harus dikerjakan tanpa melihat berbagai sudut pandang.  Konsep ini menyiratkan adanya perbedaan kewajiban yang hadir bersamaan. Artinya ada sebuah persoalan yang kadang baik dilihat dari satu sisi, namun juga terlihat buruk dari sudut pandang lain. Teori deontology diatas diperkenalkan oleh imanuel kant pada tahun (1724-1804). Dalam  teorinya kan mengatakan hal yang baik dalam pengertian yang sesungguhnya adalah hal yang berasal dari kehendak yang baik. Sedangkan hal-hal seperti intelegensi, harta, jabatan dan lain sebagainya adalah sesuatu yang bersifat terbatas yang mana itu semua akan menjadi baik saat dia dimiliki dan dipakai oleh kehendak yang baik yang ada pada diri manusia.  Dalam teorinya juga kant menyimpulkan adanya otonomi kehendak, yang mana setiap kehendak memilikiatau mengisyaratkan adanya otonomi individu dalam melakukan sebuah perbuatan, yang sudah dipastikan setiap perbuatan tersebut didasarkan atas “kewajiban”. Kant mengatakan bahwa kewajiban ini sifatnya tidak subjektif kewajiban ini bersifat bebas atau imperative artinya sudah barang tentu dan sudah biasa manusia bebas melakukan sesuatu  asalkan kebebasan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip kewajiban sehingga kebebasan yang dilakukan tersebut bisa dibenarkan secara moral.
Teori Deontologist Kant ini, secara tidak langsung menolak pemikiran moral Utilitarianism yang lebih mengedepankan pada tujuan dan bahkan menjadikan tujuan sebagai landasan bagi moral itu sendiri. Menurut pandangan kant bahwa suatu perbuatan dilakukan bukan atas dasar tujuan seharusnya perbuatan dilakukan atas dasar kewajiban dan legalitas artinya seharusnya kita melakukan “kewajiban” berdasarkan “kewajiban” itu sendiri tidak berlandaskan pada tujuan. Sehingga tidak perlu alasan lain untuk melakukan sebuah perbuatan tersebut yang hingga akhirnya bisa dilakukan. Kant juga menekankan jika kita melakukan suatu perbuatan berdasarkan reason/alasan, maka alasan itu harus bersifat universal atau mencakup pada semua bidang atau semua perbuatan dan bukan pada perbuatan yang non-universal atau particular.   Dengan alasan ini orang harus melakukan suatu tanpa syarat, yang mana oleh Kant ini disebut dengan categorical imperative. Imperative kategori ini dijadikan sebagai prinsip kewajiban oleh manusia. Teori ini menjiwai setiap hal yang berhubungan dengan ethics baik yang bersifat pada diri sendiri ataupun yang bersifat pada orang lain. (https://rifaiarvinofajar.wordpress.com/2013/01/16/deontology-ethics/)
E.     Profesi
Profesi sendiri berasal dari bahasa latin “Proffesio” yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi kegiatan “apa saja” dan “siapa saja” untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik. Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut. Profesi merupakan bagian dari pekerjaan, namun tidak setiap pekerjaan adalah profesi. (http://adiarsa-na-fkh10.web.unair.ac.id/artikel_detail-35658-%20Catatan%20Dunia%20Campus%20-Apa%20itu%20Profesi%20.html)
F.     Kode Etik
Kode etik adalah suatu sistem norma, nilai & juga aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar & baik & apa yang tidak benar & tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa saja yang benar / salah, perbuatan apa yang harus dilakukan & perbuatan apa yang harus dihindari. Atau secara singkatnya definisi kode etik yaitu suatu pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis ketika melakukan suatu kegiatan / suatu pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan / tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik yaitu supaya profesional memberikan jasa yang sebaik-baiknya kepada para pemakai atau para nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan melindungi perbuatan dari yang tidak profesional. Kode etik bukanlah merupakan kode yang kaku karena akibat perkembangan zaman maka kode etik mungkin menjadi usang / sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Kode etik sendiri disusun oleh organisasi profesi sehingga masing-masing dari profesi mempunyai kode etik tersendiri. Seperti misalnya kode etik guru, pustakawan, dokter, pengacara dan sebagainya. Pelanggaran kode etik tidaklah diadili oleh pengadilan, sebab melanggar kode etik tidak selalu berarti melanggar hukum. (http://www.pengertianku.net/2015/02/pengertian-kode-etik-dan-tujuannya-lengkap.html)
G.    Prinsip Etika Profesi
Prinsip-prinsip etika profesi
1.       prinsip tanggung jawab. Tanggung jawab adalah satu prinsip pokok bagi kaum profesional, orang yang profesional sudah dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab.
2.        Prinsip kedua adalah prinsip keadilan . Prinsip ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayaninya dalam rangka profesinya demikian pula. Prinsip ini menuntut agar dalam menjalankan profesinya orang yang profesional tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap siapapun termasuk orang yang mungkin tidak membayar jasa profesionalnya .prinsip “siapa yang datang pertama mendapat pelayanan pertama” merupakan perwujudan sangat konkret prinsip keadilan dalam arti yang seluas-luasnya .jadi, orang yang profesional tidak boleh membeda-bedakan pelayanannya dan juga kadar dan mutu pelayanannya itu jangan sampai terjadi bahwa mutu dan itensitas pelayanannya profesional dikurangi kepada orang yang miskin hanya karena orang miskin itu tidak membayar secara memadai. 
3.       Prinsip ketiga adalah prinsip otonomi. Ini lebih merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya ini merupakan kensekuensi dari hakikat profesi itu sendiri. Karena, hanya kaum profesional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut. ini terutama ditujukan kepada pihak pemerintah. Yaitu, bahwa pemerintah harus menghargai otonomi profesi yang bersangkutan dan karena itu tidak boleh mencampuri urusan pelaksanaan profesi tersebut. Otonomi ini juga penting agar kaum profesional itu bisa secara bebas mengembangkan profesinya, bisa melakukan inovasi, dan kreasi tertentu yang kiranya berguna bagi perkembangan profesi itu dan kepentingan masyarakat luas. 
4.       Prinsip integritas moral. Berdasarkan hakikat dan ciri-ciri profesi di atas terlihat jelas bahwa orang yang profesional adalah juga orang yang punya integritas pribadi atau moral yang tinggi. Karena, ia mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya dan juga kepentingan orang lain dan masyarakat. (http://prinsip-prinsipetikaprofesi.blogspot.co.id/)


Paper 5

A.    Pasar Persaingan Sempurna
Pasar persaingan sempurna (Perfect Competition Market) merupakan salah satu pasar yang terdiri dari banyak pembeli dan penjual, namun demikian pembeli dan penjual secara individual atau perseorangan tidak dapat memengaruhi harga pasar. Pada pasar ini harga yang terbentuk merupakan cerminan dari keinginan penjual dan pembeli secara keseluruhan atau bersama-sama. Pasar persaingan sempurna diklaim sebagai bentuk pasar yang paling ideal. Hal ini didasari oleh argumen bahwa pasar ini mampu menjamin terjadinya kegiatan produksi dengan sangat efisien. Walaupun dalam kenyataannya hampir tidak ada satu pun pasar yang bisa memenuhi seluruh sifat dari pasar persaingan sempurna. (http://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-mikro/pengertian-fungsi-jenis-pasar/pasar-persaingan-sempurna-perfect-competition-market/)
B.     Pasar Monopoli
Pasar monopoli adalah suatu bentuk pasar yang hanya terdapat satu perusahaan saja atau bisa disebut suatu pasar yang penjualnya hanya ada satu dan pembelinya banyak dan menghasilkan barang yang tidak mempunyai pengganti. Keuntungan yang dinikmati oleh perusahaan monopoli adalah keuntungan yang melebihi normal dan ini diperoleh karena terdapat hambatan yang sangat tangguh yang dihadapi perusahaan – perusahaan lain untuk memasuki industri tersebut. (http://faizal131209.blogspot.co.id/2014/04/2-jelaskan-jenis-jenis-pasar-monopoli.html)
C.    Pasar Oligopoli
Pasar Oligopoli adalah pasar yang hanya terdiri atas beberapa perusahaan atau penjual yang menjual produk homogen (sejenis). Pasar Oligopoli yang terjadi atas dua perusahaan atau dua penjual saja disebut pasar dupoli. (http://jimmyprianto.blogspot.co.id/2014/06/pengertian-ciri-ciri-dan-macam-macam.html)
D.    Monopoli dan Dimensi Etika Bisnis
Dari sisi etika bisnis, pasar monopoli dianggap kurang baik dalam mencapai nilai-nilai moral karena pasar monopoli tak teregulasi tidak mampu mencapai ketiga nilai keadilan kapitalis, efisiensi ekonomi dan juga tidak menghargai hak-hak negatif yang dicapai dalam persaingan sempurna. (http://lilawatyy95.blogspot.co.id/2015/11/jenis-pasar-latar-belakang-monopoli.html)


E.     Etika di Dalam Pasar Kompetitif Sempurna
Pertama, dalam sebuah sempurna pasar yang kompetitif , pembeli dan penjual bebas (dengan definisi) untuk memasuki atau meninggalkan pasar sebagai mereka pilih. Artinya, individu tidak dipaksa atau dilarang untuk berkecimpung dalam bisnis tertentu, asalkan mereka memiliki keahlian dan sumber daya keuangan yang diperlukan. Kedua, di sempurna pasar bebas yang kompetitif, semua bursa sepenuhnya sukarela. Artinya, peserta tidak dipaksa untuk membeli atau menjual apapun selain dari apa yang mereka secara bebas dan sadar persetujuan untuk membeli atau menjual. Ketiga, tidak ada penjual tunggal atau pembeli sehingga akan mendominasi pasar yang ia mampu memaksa orang lain untuk menerima syarat nya atau pergi tanpa. Di pasar ini, kekuatan industri adalah desentralisasi antara perusahaan banyak sehingga harga dan kuantitas tidak tergantung pada kehendak satu atau beberapa usaha. Singkatnya,sempurna pasar bebas kompetitif mewujudkan hak negatif dari kebebasan dari paksaan. Dengan demikian, mereka sempurna moral dalam tiga hal penting:
(a) Setiap terus menerus menetapkan bentuk kapitalis keadilan ;
(b) bersama-sama mereka memaksimalkan utilitas dalam bentuk efisiensi pasar; dan
(c) masing-masing hal-hal penting hak-hak negatif tertentu dari pembeli dan penjual .
Tidak ada penjual tunggal atau pembeli dapat mendominasi pasar yang lain dan memaksa untuk menerima syarat nya.
Jadi, kebebasan kesempatan, persetujuan, dan kebebasan dari paksaan semua dipertahankan dalam sistem ini. (http://uuidcnibhgia.blogspot.co.id/2011/01/etika-bisnis-pada-persaingan-pasar_13.html)
F.     Kompetisi Pada Pasar Ekonomi Global
Ekonomi dunia yang mengalami kemajuan begitu pesat telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan dan mempertajam persaingan yang semakin rumitnya strategi pembangunan yang mengandalkan ekspor di satu pihak, hal ini merupakan tantangan dan kendala yang membatasi. Di pihak lain hal tersebut merupakan peluang baru yang dapat dimanfaatkan untuk keberhasilan pelaksanaan pembangunan bagi negara yang sedang berkembang atau maju. Globalisasi merupakan gerak perekonomian dunia yang mengalami perubahan sejak dasawarsa tujuh puluh hingga tahun 2000-an yang bersifat mendasar atau struktural dan mempunyai kecenderungan jangka panjang atau konjungtural.  Proses globalisasi telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan antarnegara, bahkan menimbulkan proses menyatunya ekonomi dunia sehingga batas-batas antar negara dalam berbagai praktik dunia usaha atau bisnis seakan-akan dianggap tidak berlaku lagi. Globalisasi muncul pada akhir dekade ke- 20, globalisasi telah menjadikan pertukaran barang dan jasa dengan mudah terjadi melewati batas-batas territorial Negara.

Kompetisi global merupakan bertuk persaingan yang mengglobal, yang melibatkan beberapa Negara. Dalam persaingan itu, maka dibutuhkan trik dan strategi serta teknologi untuk bisa bersaing dengan Negara-negara lainnya. Disamping itu kekuatan modal dan stabilitas nasional memberikan pengaruh yang tinggi dalam persaingan itu. Dalam persaingan ini tentunya Negara-negara maju sangat berpotensi dalam dan berpeluang sangat besar untuk selalu bisa eksis dalam persaingan itu. (http://elissyulianii.blogspot.co.id/2015/04/dampak-kompetisi-global-terhadap.html