Pengertian Budaya Organisasi dan Perusahaan, Hubungan Budaya dan Etika, Kendala dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis Etis
A. Karakteristik Budaya Organisasi
Budaya Organisasi adalah
sebuah sistem makna
bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem
makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi
Robbins
(2007), memberikan 7 karakteristik budaya sebagai berikut :
1)
Inovasi dan keberanian mengambil resiko yaitu sejauh mana karyawan diharapkan
didorong untuk bersikap inovtif dan berani mengambil resiko.
2)
Perhatian terhadap detail yaitu sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan
presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detil.
3)
Berorientasi pada hasil yaitu sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil
ketimbang teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4)
Berorientasi kepada manusia yaitu sejauh mana keputusan-keputusan manajemen
mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam
organisasi.
5)
Berorientasi pada tim yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi
pada tim ketimbang individu-individu.
6)
Agresivitas yaitu sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang
santai.
7)
Stabilitas yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan
dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan. (https://teorionline.wordpress.com/2010/01/25/karakteristik-budaya-organisasi/)
B. Fungsi Budaya Organisasi
Budaya organisasi
memiliki fungsi yang sangat penting. Fungsi budaya organisasi adalah sebagai
tapal batas tingkah laku individu yang ada didalamnya.
Menurut Robbins (1996 :
294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
1.
Budaya menciptakan
pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
2.
Budaya membawa suatu
rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
3.
Budaya mempermudah
timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri
individual seseorang.
4.
Budaya merupakan perekat
sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan
standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
5.
Budaya sebagai mekanisme
pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku
karyawan. (https://duniatugasasri.wordpress.com/2013/06/11/fungsi-budaya-organisasi/)
C. Pedoman Tingkah Laku
Tingkah laku merujuk kepada tindakan
atau tindak balas sesuatu objek atau organisma, biasanya sehubungan dengan
persekitarannya. Ia bersifat:
- sedar
atau separa sedar;
- nyata
atau terselindung;
- rela
atau tidak;
- sejadi
atau dipelajari.
Tingkah laku haiwan dikawal oleh sistem
endokrin dan sistem saraf, dengan kerumitannya bergantung kepada kekompleksan
sistem sarafnya. Umumnya, organisma yang mempunyai sistem saraf yang kompleks
lebih berupaya mempelajari gerak balas yang baharu dan justera, dapat
menyesuaikan tingkah lakunya. (http://sintanurmalita23.blogspot.co.id/2015/11/pengertian-budaya-organisasi-dan.html)
D.
Apresiasi
Budaya
Istilah
apresiasi berasal dari bahasa inggris "apresiation"
yang berarti penghargaan,penilaian,pengertian. Bentuk itu berasal dari kata
kerja " ti appreciate" yang berarti menghargai, menilai,mengerti
dalam bahasa indonesia menjadi mengapresiasi. Apresiasi budaya adalah
kesanggupan untuk menerima dan memberikan penghargaan, penilaian, pengertian
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Kebudayaan
perlu diapresiasi dengan harapan kita sebagai manusia dapat memperlihatkan rasa
menghargai karya yang dihasilkan dari akal dan budi manusia. Apresiasi
diperlukan untuk tetap menjaga nilai-nilai budaya yang ada agar tetap hidup dan
selalu lestari, juga dapat dikembangkan menjadi lebih baik. Melalui apresiasi,
seorang pencipta dapat memperoleh masukan, ide, saran, kritik, dan pujian untuk
karyanya. Melalui ide, saran, masukan, dan kritik tersebut jugalah para
pencipta diharapkan dapan membuat karya yang lebih baik lagi. (http://yo-tee.blogspot.co.id/2011/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html)
E.
Hubungan
Etika dan Budaya
Hubungan
antara Etika dengan Kebudayaan : Meta-ethical cultural
relativism merupakan cara pandang secara filosofis yang yang menyatkan bahwa
tidak ada kebenaran moral yang absolut, kebenaran harus selalu disesuaikan
dengan budaya dimana kita menjalankan kehidupan soSial kita karena setiap
komunitas sosial mempunyai cara pandang yang berbeda-beda terhadap kebenaran
etika. Etika erat kaitannya dengan moral. Etika atau moral dapat digunakan okeh
manusia sebagai wadah untuk mengevaluasi sifat dan perangainya. Etika selalu
berhubungan dengan budaya karena merupakan tafsiran atau penilaian terhadap
kebudayaan. Etika mempunyai nilai kebenaran yang harus selalu disesuaikan
dengan kebudayaan karena sifatnya tidak absolut danl mempunyai standar moral yang
berbeda-beda tergantung budaya yang berlaku dimana kita tinggal dan kehidupan
social apa yang kita jalani. Baik atau buruknya suatu perbuatan itu
tergantung budaya yang berlaku. Prinsip moral sebaiknya disesuaikan dengan
norma-norma yang berlaku, sehingga suatu hal dikatakan baik apabila sesuai
dengan budaya yang berlaku di lingkungan sosial tersebut. Sebagai contoh orang
Eskimo beranaggapan bahwa tindakan infantisid (membunuh anak) adalah tindakan
yang biasa, sedangkan menurut budaya Amerika dan negara lainnya tindakan ini
merupakan suatu tindakan amoral. Suatu premis yang disebut dengan “Dependency
Thesis” mengatakan “All moral principles derive their validity from cultural
acceptance”. Penyesuaian terhadap kebudayaan ini sebenarnya tidak sepenuhnya harus
dipertahankan dan dibutuhkan suatu pengembangan premis yang lebih kokoh. (http://belajartanpabuku.blogspot.co.id/2013/04/hubungan-antara-etika-dengan-kebudayaan.html)
F. Pengaruh Etika terhadap Budaya
Etika merupakan bagian
integral dari fungsi dari masyarakat, tetapi banyak orang berjuang untuk
mendefinisikan etika dan memasukkannya ke dalam praktek dalam pengaturan
bisnis. Budaya
organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang
membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem
makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci
yang dijunjung tinggi oleh organisasi. Budaya sesungguhnya tumbuh karena
diciptakan dan dikembangkan oleh individu-individu yang bekerja dalam suatu
organisasi, dan diterima sebagai nilai-nilai yang harus dipertahankan dan
diturunkan kepada setiap anggota baru. Nilai-nilai tersebut digunakan
sebagai pedoman bagi setiap anggota selama mereka berada dalam lingkungan organisasi
tersebut, dan dapat dianggap sebagai ciri khas yang membedakan sebuah
organisasi dengan yang lainnya. Harus disadari bahwa kita masih hidup dalam
sebuah kultur yang di dalam ada etika, ada norma, sopan santun, dan tata krama,
maka secara umum bahwa semua nilai-nilai itu adalah sesuatu yang luhur dalam
mengatur hidup kita. Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang
terinternalisasi dalam budaya perusahaan maka hal tersebut berpotensi menjadi
dasar kekuatan perusahaan yang pada gilirannnya berpotensi menjadi sarana
peningkatan kinerja.( https://theresia4891.wordpress.com/2012/11/22/pengaruh-budaya-organisasi-terhadap-perilaku-etis-seseorang/)
G.
Kendala
dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis
Pencapaian tujuan etika bisnis di
Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan kendala.
Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:
1. Standar
moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak
di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan
menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika
bisnis, seperti memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang
kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan keuangan.
2.
Banyak perusahaan yang mengalami konflik
kepentingan.
Konflik
kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang
dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya,
atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang
dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan
perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar
moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan
peraturan.
3.
Situasi politik dan ekonomi yang belum
stabil.
Hal
ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit
politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya
memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna
keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang
menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan
tanpa menghiraukan akibatnya.
4.
Lemahnya penegakan hukum.
Banyak
orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan
tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk
memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
5. Belum
ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis
dan manajemen. (http://hasna-ghaida.blogspot.co.id/2015/10/kendala-dalam-mewujudkan-kinerja-bisnis.html)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar