PAPER
3
A. IMMORAL MANAJEMEN
Merupakan tingkatan terendah dari model manajemen
dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajemen yang memiliki
manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang
dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun bagaimana
dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Immoral manajemen banyak kita temukan
dalam komunitas kita. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya
memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas
untuk kepentingan dan keuntungan diri mereka secara individu atau kelompok
mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang disebut Etika,
bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankan bisnisnya.
B. AMORAL MANAJEMEN
Amoral manajemen berbeda
dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya
bukan tidak tahu sama sekali yang disebut dengan etika atau moralitas. Ada 2
jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu :
–
Manajemen yang dikenal tidak sengaja berbuat
amoral (unintentional amoral manager). Tipe ini adalah para manajer yang
dianggap kurang peka, bahkan segala keputusan bisnis yang mereka perbuat
sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberiakan efek pada pihak lain.
Oleh karena itu meraka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apaka
aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Oleh karena itu
para pakar menyebutkan mereka sebagai manajer “ceroboh” atau kurang perhatian
terhadap amplikasi aktivitas mereka terhadap para stakeholdernya. Manajer
seperti ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bias melihat bahwa
keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah sudah merugika pihak lain atau
tidak. Tipikal model manajer seperti ini biasanya mereka lebih berorientasi
hanya pada hokum yang berlaku, dan menjadikan hokum sebagai pedoman dalam
aktivitas mereka.
–
Tipe Manajer yang sengaja berbuat amoral
Manajemen dengan pola ini sebenarnya memahami ada aturan dan etika yang harus
jalankan, namun terkadang secara sengaja melanggar etika tersebut, berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan bisnis mereka misalnya ingin melakukan efisiensi dan
lain-lain. Namun demikian manajer dengan tipe ini terkadang berpandangan bahwa
etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi kita, tidak untuk bisnis. Mereka
percaya bahwa aktivitas bisnis berada diluar dari pertimbangan-pertimbangan
etika dan moralitas.
C.
MORAL MANAJEMEN
Tingkatan
tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah
moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas
diletakan pada level standar tertinggi dari segala bentuk perilaku dan
aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini tidak hanya menerima
dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku, namaun juga telah terbiasa meletakkan
prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk
dalam tipe ini tentu saja menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi jika
hanya bisnis yang dijalankan dapat diterima secara legal dan juga tidak
melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan
semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai
minimum etika yang harus mereka patuhi, sehingga aktivitas dan tujuan bisnisnya
akan diarahkan untuk melampaui atau melebihi dari apa yang disebut sebagai
tuntutan hukum. Manajeyang bermoral selalu melihat dan menggunakan
prinsip-prinsip etika seperti keadilan, kebenaran dan aturan-aturan emas
(golden rule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis yang diambilnya. Ketika
di lema etika muncul, Manajer dengan tipe ini menanggung atau memikul
posisi kepemimpinan untuk perusahaan-perusahaan dan industrinya. (https://gloriacharlotte.wordpress.com/2015/10/04/model-dan-faktor-pendukung-beretika-dalam-bisnis)
D.
AGAMA, FILOSOFI, BUDAYA, dan HUKUM
-
Agama, sumber dari segala moral dalam etika apapun
dengan kebenarannya yang absolut. Tiada keraguan
dan tidak boleh diragukan nilai-nilai etika yang bersumber dari agama. Agama berkorelasi
kuat dengan moral. Setiap agama mengandung ajaran
moral atau etika yang di jadikan pegangan bagi para penganutnya. Pada
umumnya, kehidupan beragama yang baik akan menghasilkan kehidupan moral yang
baik pula. Bermula
dari buku Max Weber The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism (1904-5)
menjadi tegak awal keyakinan orang adanya hubungan erat antara ajaran agama dan
etika kerja, atau anatara penerapan ajaran agama dengan pembangunan ekonomi.
Etika sebagai ajaran baik-buruk, slah-benar, atau ajaran tentang moral
khususnya dalam perilaku dan tindakan-tindakan ekonomi, bersumber terutama dari
ajaran agama. Itulah sebabnya banyak ajaran dan paham dalam ekonomi Barat
menunjuk pada kitab Injil (Bibble), dan etika ekonomi yahudi banyak menunjuk
pada Taurat. Demikian pula etika ekonomi Islam termuat dalam lebih dari
seperlima ayat-ayat yang muat dalam Al-Qur’an.
-
Filosofi, Salah satu sumber
nilai-nilai etika yang juga menjadi acuan dalam pengambilan keputusan oleh
manusaia adalah ajaran-ajaran Filosofi. Ajaran filosofi tersebut bersumber dari
ajaran-ajaran yang diwariskan dari ajaran-ajaran yang sudah diajarkan dan
berkembang lebih dari 2000 tahun yang lalu. Ajaran ini sangat komplek yang
menjadi tradisi klasik yang bersumber dari berbagai pemikiran para fisuf-filsuf
saat ini. Ajaran ini terus berkembanga dari tahun ke tahun Di Negara barat,
ajaran filosofi yang paling berkembang dimulai ketika zaman Yunani kuno pada
abd ke 7 diantaranya Socrates (470 Sm-399 SM) Socrate percaya bahwa manusia ada
untu suatu tujuan, dan bahwa salah dan benar memainkan peranan yang penting
dalam mendefinisikan hubungan seseorang dengan lingkungan dan sesamanya sebagai
seorang pengajar, Socrates dikenang karena keahliannya dalam berbicara dan
kepandaian pemikirannya. Socretes percaya bahwa kebaikan berasal dari
pengetahuan diri, dan bahwa manusia pada dasarnya adalah jujur, dan bahwa
kejahatan merupakan suatu upaya akibat salah pengarahan yang membebani kondisi
seseorang. Pepatah yang terkenal mengatakan. : “Kenalilah dirimu” dia
yang memperkanalkan ide-ide bahwa hukum moral lebih inggi daripada hukum
manusia.
-
Budaya, Referensi penting lainnya yang dapat
dimanfaatkan sebagai acuan etika bisnis adalah pengalaman dan perkembangan
budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun budaya yang bersumber dari
berbagai negara (Cracken, 1986). Budaya yang mengalami transisi akan
melahirkan nilai, aturan-aturan dan standar-standar yang diterima oleh suatu
komunitas tertentu dan selanjutnya diwujudkan dalam perilaku
seseorang, suatu kelompok atau suatu komunitas yang lebih besar. Budaya
adalah suatu sistem nilai dan norma yang diberikan pada suatu kelompok atau komunitas manusia dan ketika itu
disepakati atau disahkan bersama-sama sebagai landasan
dalam kehidupan (Rusdin, 2002).
-
Hukum,
dalah perangkat aturan-aturan yang dibuat
oleh pemerintah dalam rangka untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan
bernegara. Hukum menentukan ekspektasi-ekspektasi etika yang diharapkan dalam
komunitas dan mencoba mengatur serta mendorong para perbaikan-perbaikan
masalah-masalah yang dipandang buruk atau tidak baik dalam komunitas.
Sebenarnya bila kita berharap bahwa dengan hukum dapat mengantisipasi semua
tindakan pelanggaran sudah pasti ini menjadi suatu yang mustahil. Karena
biasanya hukum dibuat setelah pelanggaran yang terjadi dalam komunitas.
E.
LEADERSHIP
Peranan manager dalam menjalankan suatu
perusahaan adalah sangat sentral, sebab para managerlah yang akan mengambil
keputusan-keputusan penting dalam menjalangkan suatu aktivitas perusahaan.
Kepemimpinan yang beretika menggabungkan antara pengambilan keputusan yang
beretika dan perilaku yang beretika. Tanggung jawab utama dari seorang pemimpin
adalah membuat keputusan yang beretika dan berperilaku yang beretika pula. Kepemimpinan (Leadership) adalah kemampuan
individu untuk mempengaruhi memotivasi, dan membuat orang lain mampu memberikan
kontribusinya demi efektivitas dan keberhasilan organisasi … (House et. Al.,
1999 : 184). Menurut Handoko (2000 : 294) definisi atau pengertian kepemimpinan
telah didefiinisikan dengan berbagai cara yang berbeda oleh berbagai orang yang
berbeda pula. Menurut Stoner, kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan
sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan
dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya.
F.
STRATEGI dan
PERFORMASI
Fungsi yang penting dari sebuah manajemen
adalah untuk kreatif dalam menghadapi tingginya tingkat persaingan yang membuat
perusahaannya mencapai tujuan perusahaa terutama dari sisi keuangan tanpa harus
menodai aktivitas bisnisnya berbagai kompromi etika. Sebuah perusahaan yang
jelek akan memiliki kesulitan besar untuk menyelaraskan target yang ingin
dicapai perusahaannya dengan standar-standar etika. Karena keseluruhan strategi
perusahaan yang disebut excellence harus bisa melaksanakan seluruh
kebijakan-kebijakan perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan dengan cara yang
jujur.
G.
KARAKTER INDIVIDU
Merupakan suatu proses psikologi yang
mempengaruhi individu dalam memperoleh, mengkonsumsi serta menerima barang dan
jasa serta pengalaman. Karakteristik individu merupakan faktor internal
(interpersonal) yang menggerakan dan mempengaruhi perilaku individu”. Perjalanan hidup suatu perusahaan tidak lain
adalah karena peran banyak individu dalam menjalankan fungsi-fungsinya dalam
perusahaan tersebut. Perilaku para individu ini tentu akan sangat mempengaruhi
pada tindakan-tindakan mereka ditempat kerja atau dalam menjalankan aktivitas
bisnisnya. Semua kualitas individu nantinya akan dipengaruhi oleh beberapa
factor-faktor yang diperoleh dari luar dan kemudian menjadi prinsip yang
dijalani dalam kehidupannya dalam bentuk perilaku. Faktor –faktor tersebut yang
pertama adalah pengaruh budaya, pengaruh budaya ini adalah pengaruh nilai-nilai
yang dianut dalam keluarganya.
H.
BUDAYA ORGANISASI
Menurut
Mangkunegara, (2005:113), budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau
sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang
dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah
adaptasi eksternal dan integrasi internal. Budaya organisasi juga berkaitan
dengan bagaimana karyawanmemahami
karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan
menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap
deskriptif, bukan seperti kepuasan
kerjayang lebih bersifat evaluatif.
(http://lilawatyy95.blogspot.co.id/2015/10/model-etika-dalam-bisnis-sumber-nilai.html)
(http://lestariratuayu.blogspot.co.id/2013/12/modelsumber-dan-faktor-faktor-pendukung.html)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar